Sinatra Episode 10: Apa dan Bagaimana Ahmadiyah?

Sinatra Episode 10: Apa dan Bagaimana Ahmadiyah?

Ilmu Budaya / Juni 20, 2022

https://youtu.be/18oPkr9WdaU

Apa yang anda pikirkan jika mendengar nama Ahmadiyah?

Nama Ahmadiyah selalu terdengar sebagai aliran sesat di Indonesia. Banyak sekali peristiwa persekusi yang melibatkan nama Ahmadiyah sebagai korbannya. Namun, apakah benar Ahmadiyah itu “aliran sesat”?

Prof. Kunto Sofianto, seorang pakar sejarah yang memfokuskan penelitiannya pada aliran Ahmadiyah, menjelaskan bahwa Ahmadiyah pertama kali lahir di India. Pendirinya bernama Mirza Ghulam Ahmad. Ditarik dari sejarahnya, Mirza Ghulam Ahmad pertama kali muncul sebagai pembela Islam pada masa itu karena terjadinya pergulatan antar agama (Hindu, Kristen, dan Islam)  di India. Hindu menjadi agama mayoritas di India, sedangkan Kristen pada masa itu menjadi salah satu tujuan dari kolonialisme Inggris yang sedang menjajah di tanah India. Mendapatkan tekanan dari 2 agama besar, Mirza Ghulam Ahmad menjadi pembela  Islam di India pada masa itu dan orang-orang percaya padanya. Akhirnya, pada tahun 1889, Mirza Ghulam Ahmad mendirikan Ahmadiyah.

Pada hari ini, masyarakat percaya bahwa nama Ahmadiyah diambil dari nama Mirza Ghulam Ahmad. Namun, Mirza Ghulam Ahmad mengakui bahwa nama “Ahmad” diambil dari Al-Quran, surat As Saff ayat 6 yang berbunyi: “Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, “Ini adalah sihir yang nyata.” (Q.S 61:6).

Menurut Prof. Kunto, distorsi inilah yang membuat Ahmadiyah dilabeli sebagai aliran sesat. Penolakan terhadap Ahmadiyah bahkan sudah terjadi pada awal mula kedatangannya  di Nusantara. Ahmadiyah pertama kali menginjakan kakinya di Aceh pada Oktober, 1925, “saat itu terjadi konflik dan pengusiran kepada Ahmadiyah,” “Ahmadiyah akhirnya bergerak ke Batavia yang saat itu menjadi pusat pemerintahan Kolonial, dan di sana akhirnya Ahmadiyah tersebar. Dari Batavia, ke Bogor, Garut, dan Jawa barat. Bahkan setelah itu akhirnya tersebar ke seluruh Indonesia.”

Penolakan terhadap Ahmadiyah pun  disebabkan karena Ahmadiyah dianggap memiliki konsep ke-Nabian yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh Mirza Ghulam Ahmad yang dianggap sebagai Nabi setelah Rasulullah S.A.W. Namun, Mirza Ghulam Ahmad sendiri mengatakan bahwa ia hanyalah Nabi Dzili (bayangan) serta Ummati, yang meneruskan misi dari Nabi Muhammad, “maka debu di telapak Nabi Muhammad lebih mulia daripada yang di telapak kaki saya.”  Selain itu,  Mirza Ghulam Ahmad dan jemaat Ahmadiyah pun  mengakui dan percaya bahwa Nabi Muhammad itu Nabi terakhir pembawa syariat Islam (Al-Quran).

“Hal itulah menjadi kontroversi Ahmadiyah, padahal syahadatnya sama, ritual ibadahnya pun sama. Namun, memang ada beberapa perbedaan seperti tadi soal ke-Nabian. Jemaat Ahmadiyah percaya bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang membawa Syariat, tapi yang tidak membawa Syariat ada banyak. Karena, Nabi yang tidak tercatat itu ada banyak. Itulah yang menjadi masalah,” ujar Prof. Kunto.

Ahmadiyah di Indonesia dan Perkembangannya di Dunia

Di Indonesia, Ahmadiyah memang tidak sepopuler aliran Islam yang lain seperti NU dan Muhammadiyah. Bahkan, Ahmadiyah difatwakan sebagai aliran sesat oleh MUI yang membuat masyarakat mempunyai persepsi bahwa aliran Ahmadiyah berbahaya. Hal tersebut menyebabkan banyak sekali persekusi terhadap Ahmadiyah .Pada periode 2008-2018, ada 155 serangan terhadap Ahmadiyah yang terdokumentasi. Namun, yang terparah terjadi di Cikeusik, Pandeglang, Banten, pada 6 Februari 2011. Saat itu jemaat Ahmadiyah diserang oleh ribuan orang sampai 3 orang anggota jemaat meninggal dunia. Selain jemaatnya yang mengalami persekusi, tempat ibadah dan rumah  jemaat Ahmadiyah seringkali menjadi sasaran untuk dilempari batu dan dirusak. “Jemaat Ahmadiyah di NTB tidak bisa kembali ke tempatnya dan sekarang diam di tempat pengungsian.”

Sementara, perkembangan Ahmadiyah di Eropa, Amerika, dan Afrika sangat berbeda, Ahmadiyah begitu populer di Benua tersebut.  Ahmadiyah sendiri menjadi tonggak penyebaran Islam di Eropa pada abad ke-19. Sekarang, pengikut jemaat Ahmadiyah sudah mencapai 200 juta di 220 negara.

“Selain itu, Ahmadiyah juga berhasil menyebarkan 55.000 pemuda-pemudi yang jenius di benyak Universitas dan lulus secara cum laude di berbagai  bidang ilmu seperti kedokteran, hukum, fisika.” Cerita Prof. Kunto saat meneliti di pusat Ahmadiyah yang berada di London, Inggris.

Ahmadiyah sangat berpengaruh pada perkembangan Islam di negara-negara Eropa, Amerika, dan Afrika. Mereka berhasil menyebarkan ajaran agama Islam di negara-negara barat yang mayoritasnya menganut agama Kristen. Bahkan, Ahmadiyah berhasil membangun ratusan Masjid yang tersebar di banyak negara. Ahmadiyah pun telah berhasil menerjemahkan Al-Quran ke lebih dari 100 bahasa di dunia.

Melihat perkembangan Ahmadiyah yang begitu maju dan terkenal di Barat. Seharusnya, pemerintah Indonesia harus segera hadir dan membersihkan nama Ahmadiyah dari berbagai label buruk yang menempel pada namanya. Ahmadiyah bukanlah gerakan radikal yang membahayakan atau aliran sesat seperti yang dilayangkan. Jemaat Ahmadiyah di Indonesia hanya ingin beribadah dengan tenang bukan dengan ketakutan. “Bahkan jika ditarik lebih jauh, Ahmadiyah adalah  yang pertama kali menafsirkan Al-Quran ke Bahasa Indonesia,” cerita Prof. Kunto di Podcast Sinatra, Fakultas Ilmu Budaya, UNPAD.