Sinatra Episode 11: Kuliner dan Pangan di Indonesia

Sinatra Episode 11: Kuliner dan Pangan di Indonesia

Ilmu Budaya / Juni 20, 2022

Liputan Sinatra Episode 11 https://youtu.be/LGC6TOIIOAA

Makanan akan selalu menjadi kebutuhan primer seluruh makhluk hidup hari ini. Berbicara soal makanan adalah berbicara mengenai rasa, harga, dan kenyang atau tidaknya. Tapi, apakah pernah terbesit  pertanyaan saat kita menyantap satu mangkuk  soto “dari mana asal makanan lezat ini bisa tercipta?.”

Makanan berkuah dengan banyak isian tersebut ternyata bukan asli dari Indonesia, melainkan berasal dari daratan Cina yang bernama caudo atau jau to. Begitu pula dengan makanan kebanggaan warga Bandung; martabak. Martabak ternyata  berasal dari persilangan makanan India dan Arab. Jadi, bagaimana makanan-makanan tersebut bisa berakhir di meja kita hari ini?.

Ditemui di Podcast Sinatra: Merekonstruksi Sejarah Kuliner Indonesia. Pakar kuliner dan Sejarawan, Fadly Rahman bercerita mengenai kuliner di Indonesia.  Fadly banyak sekali merekam dan mendokumentasikan perjalanan sepiring makanan bukan dari dapur saja, tapi bagaimana sejarah makanan tersebut sampai  bisa sampai pada piring kita di meja makan. Menurutnya, sejarah bukan hanya soal peristiwa-peristiwa besar; bukan hanya politik, bencana, pemerintahan, dan perang. Tapi sejarah juga tentang hal-hal kecil yang berbuhungan dengan semua orang yaitu makanan.

Mungkin soto dan martabak bukan makanan asli bangsa kita, namun kita masih memiliki banyak sekali makanan khas yang berasal dari setiap daerah. Indonesia terkenal dengan keragaman budaya, sekaligus keragaman kulinernya. Ada gudeg di Jogjakarta, rawon di Surabaya, lalapan sambal di tatar Sunda, dan jangan lupa rendang dari tanah Minang.

Setiap berpindah dari satu daerah ke daerah lain, lidah kita akan disuguhkan cita rasa yang khas daerah tersebut. Kondisi geografis di Indonesia menjadi alasan mengapa cita rasa makanan setiap daerah berbeda-beda. Kondisi geografis ini tentunya akan berpengaruh terhadap hasil bumi pada daerah tersebut, sehingga menciptakan keunikan pada setiap makanan di daerahnya juga ciri khas yang berbeda dari daerah lain.

Fadly bercerita bahwa kuliner Indonesia tidak bisa lepas dari identitas masyarakatnya sendiri. U are what u eat. Kompleksitas dari masyarakat Indonesia yang heterogen menjadi akar kenapa lidah orang  Sunda yang sangat suka dengan lalapan akan tidak cocok dengan makanan dari Jawa pun sebaliknya. Artinya, selera masyarakat kita yang majemuk memberikan corak tersendiri pada setiap kulinernya dan hal tersebut menjadi identitas bangsa kita hari ini: Kebhinekaan.

Masalah Pangan di Indonesia

Pangan merupakan  kebutuhan dasar dari setiap mahluk hidup di Dunia  yang tidak dapat tergantikan. Oleh karenanya masalah pangan di suatu negara harus menjadi prioritas utama.

Dengan beragam peristiwa yang terjadi di Dunia saat ini yang menciptakan efek domino pada kebutuhan primer manusia yaitu makanan..

Menurut data Global Food Security Index (GFSI), ketahanan pangan Indonesia pada 2021 melemah dibanding tahun sebelumnya. GFSI mencatat skor indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2020 mencapai level 61,4. Namun, pada 2021 indeksnya turun menjadi 59,2. Selain itu, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, alokasi dana untuk ketahanan pangan nasional ditetapkan sebesar Rp92,2 triliun. Angka tersebut berkurang hampir Rp7 triliun atau turun 6,86% dibanding alokasi tahun sebelumnya yang berjumlah Rp99,02 triliun.

“Masalah makanan atau kuliner di Indonesia itu terjadi karena kesemrawutan pangan. Harga kebutuhan-kebutuhan pokok selalu naik dan tidak stabil. Padahal Presiden Soekarno pernah berkata bahwa persoalan pangan adalah persoalan hidup matinya sebuah bangsa,” tegas Fadly.

Melihat kondisi kebutuhan pangan yang tidak stabil (contoh:minyak), sudah seharusnya pengemban tanggung jawab negara ini berhati-hati terhadap ketahanan pangan.