Mengenal Lebih Dekat Kebudayaan Tradisional Jepang

Mengenal Lebih Dekat Kebudayaan Tradisional Jepang

Ilmu Budaya / Desember 17, 2021

Jumat, 10 Desember 2021, Prodi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya kembali menyelenggarakan Webinar Seri 5 dalam rangka Dies Natalis ke-63 Fakultas Ilmu Budaya Unpad dalam upaya peningkatan rangking Unpad menjadi World Class University. Pada Webinar Seri 5 ini, tema yang dibahas adalah “Kebudayaan Tradisional Jepang” yang disampaikan oleh Assoc. Prof. Itou Naoko dari Universitas Hiroshima, Jepang. Webinar ini dihadiri sekitar 170-an peserta yang terdiri dari sivitas akademika Fakultas Ilmu Budaya Unpad dan berbagai kalangan lainnya.

Assoc. Prof. ITOU Naoko merupakan akademisi dalam bidang warisan budaya Jepang di Universitas Hiroshima. Dalam bidang penelitian, beliau memiliki ketertarikan terhadap ‘Seni Religi Indonesia Kuno’ dan ‘Sejarah Kerajinan Tradisional Jepang’. Beliau pun telah banyak membimbing mahasiswa-mahasiswa asing, seperti halnya juga mahasiswa Indonesia yang berasal dari Universitas Padjadjaran.  

Dalam Webinar Seri 5 ini, Assoc. Prof. ITOU memberikan kuliah tentang Tradition and Culture at School Education in Japan: Current Situations and the Issue of Handicrafts”. Pemilihan tema ini pun berdasarkan hasil pembicaraan dengan staf pengajar Prodi Sastra Jepang FIB Unpad terkait cukup banyaknya mahasiswa tingkat akhir Prodi Sastra Jepang yang mengangkat tema tentang budaya tradisional Jepang, baik itu dalam bentuk budaya benda maupun non-benda. Di akhir kuliahnya, Assoc. Prof. ITOU pun memberikan gambaran penelitian budaya Jepang yang kiranya bisa dilakukan oleh para mahasiswa Prodi Sastra Jepang FIB Unpad. Hal ini tentunya diharapkan dapat membuka pandangan para mahasiswa dalam melakukan penelitian tentang budaya tradisional Jepang.

Dalam webinar tersebut Assoc. Prof. Itou Naoko memaparkan bahwa untuk dapat memiliki rasa kecintaan dan kebanggaan terhadap budaya tradisional, ada prinsip yang perlu ditanamkan di benak seseorang, yakni prinsip ‘mottainai’ dan ‘mono no aware’. Prinsip ‘mottainai’ adalah suatu prinsip untuk merasa bahwa sesuatu itu berharga, maka dari itu jangan disia-siakan dan harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Prinsip inilah yang selalu dipegang teguh oleh para pengrajin Jepang dalam menciptakan suatu karya yang bernilai tinggi dan tahan lama. Selain itu, ada prinsip yang disebut dengan ‘mono no aware’, suatu prinsip estetika mengenai perasaan yang halus dan akrab dalam mengapresiasi apapun yang dilihat maupun dipegang. 

Dengan adanya serangan globalisasi tak dapat dipungkiri bahwa ada penurunan rasa kecintaan masyarakat Jepang terhadap tradisi dan budaya tradisional. Oleh karena itu, untuk dapat menumbuhkan sikap mencintai dan menghormati tradisi dan budaya pada generasi mudanya, pemerintah Jepang khususnya kementerian pendidikan berupaya untuk memasukkan materi tentang tradisi dan budaya ke dalam kurikulum pendidikan mulai dari jenjang taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. 

Materi tradisi dan budaya Jepang yang diajarkan pun disesuaikan dengan jenjang pendidikannya. Sebagai contohnya, di tingkat taman kanak-kanak (TK), para siswa diperkenalkan dengan tradisi upacara minum teh (ochakai) dan juga mainan-mainan tradisional Jepang. Naik ke tingkat sekolah dasar (SD), para siswa diajarkan untuk turut aktif dalam perayaan-perayaan tradisional (matsuri) dengan turut serta memainkan alat musik tradisional atau membawakan tarian tradisional. Di jenjang sekolah menengah pertama (SMP), selain turut aktif dalam matsuri dan mempraktikkan olahraga tradisional Jepang (misalnya sumo), para siswa juga diajarkan untuk membuat karya-karya tradisional, seperti membuat kerajinan dari bambu atau membuat lukisan tradisional Jepang. Kemudian, di jenjang sekolah menengah atas (SMA), lebih beragam lagi tradisi dan budaya Jepang yang perlu para siswa pahami. Terakhir, di tingkat perguruan tinggi, mahasiswa diajarkan untuk dapat memahami sejarah dan tahapan pembuatan benda budaya tradisional. Dengan memahami adanya proses panjang dari setiap pembuatan benda-benda budaya tradisional, mahasiswa diharapkan dapat menumbuhkan rasa kecintaan dan kebanggaan terhadap tradisi dan budaya tradisional. 

Di akhir kuliahnya, Assoc. Prof. ITOU pun mengajak semua peserta yang hadir untuk turut menghargai dan mencintai tradisi dan budaya tradisional Indonesia. Dimulai dari mencoba memahami sejarah panjang dari terbentuknya suatu tradisi dan budaya yang akan menumbuhkan perasaan sayang pada tradisi yang sudah terbentuk sejak lama. Sayang jika sesuatu yang dibuat dengan proses panjang tersebut disia-siakan. 

Penulis: Indah Fitriani